Konspirasi Freemason didalam sejarah kemerdekaan Indonesia

Freemason di Indonesia

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang pernah dijajah Eropa terutama Belanda selama berabad-abad sebelum akhirnya merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Dimana Kemerdekaan Indonesia di proklamirkan oleh Presiden Ir. Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Jika ingin merunut sejarah maka sebelum proklamasi tersebut terdapat sebuah peristiwa lainnya yaitu Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau “Dokuritsu Junbi Cosakai”, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Terdapat sebuah organisasi Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdeaan Indonesia yang kemudian hari di kenal dengan nama BPUPKI, lalu apa hubungannya dengan Freemason ?

Jawabannya adalah BPUPKI sempat di pimpin oleh Radjiman dimana beliau juga termasuk sebagai anggota Freemason pada tahun 1913, menulis sebuah artikel berjudul ”Een Broderketen der Volken” (Persaudaraan Rakyat). Radjiman pernah memimpin jalannya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Jauh sebelum BPUPKI sebenarnya kemerdekaan Indonesia juga sempat direncanakan oleh Boedi Oetomo. Kedekatan Boedi Oetomo pada masa-masa awal dengan gerakan Freemason bisa dilihat setahun setelah berdirinya organisasi tersebut. Adalah Dirk van Hinloopen Labberton, pada 16 Januari 1909 mengadakan pidato umum (openbare) di Loge de Sterinhet Oosten (Loji Bin – tang Timur) Batavia. Dalam pertemuan di loge tersebut, Labberton memberikan ceramah berjudul, ”Theosofische in Verband met Boedi Oetomo” (Theosofi dalam Kaitannya dengan Boedi Oetomo).

Theosofi adalah bagian dari jaringan Freemason yang bergerak dalam kebatinan. Aktivis Theosofi pada masa lalu, juga adalah aktivis Freemason. Cita-cita Theosofi sejalan dengan Freemason. Apa misi Freemason? Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, karya Dr Th Steven dijelaskan misi organisasi yang memiliki simbol Bintang David ini: ”Setiap insan Mason Bebas mengemban tugas, di mana pun dia berada dan bekerja,untuk memajukan segala sesuatu yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.”

Jadi, misi Freemason adalah “menghapus pemisah antarmanusia!”. Salah satu yang dianggap sebagai pemisah antarmanusia adalah ‘agama’. Maka, jangan heran, jika banyak manusia berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”. Atau, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.”

Tahun berdirinya BO sama dengan tahun munculnya Gerakan Turki Muda (Young Turk Moment). Gerakan Turki Muda (Young Turk Movement) yang dipimpin oleh Mustafa Kemal At-Taturk juga mengadakan revolusi kebangkitan nasional.


Gerakan ini berhasil menumbangkan kekhilafahan Islam, dan mengganti hukum Islam menjadi hukum sekular. Aktivis Turki Muda banyak didominasi oleh para sekularis. Bahkan, At-Taturk sendiri adalah anggota jaringan Freemason yang sangat anti dengan syariat Islam.

PKI, Mei 1998 dan Keruntuhan Orde Lama


Freemason juga bertanggung jawab atas berbagai peristiwa yang bersejarah di Indonesia seperti PKI. Dari berbagai refrensi yang diperoleh, diketahui kalau salah satu tragedi paling berdarah dalam sejarah Tanah Air kita itu merupakan hasil konspirasi antara ambisi segelintir anak negeri yang ingin menjadi penguasa, dengan kepentingan asing yang tergiur oleh kekayaan alam Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. Karenanya, tak heran jika tragedi yang menelan korban hingga ratusan ribu jiwa itu dibicarakan dan nama CIA (Central Intelligence Agency) pasti disebut-sebut. Tapi benarkah Amerika Serikat terlibat dalam tragedi yang berbuntut pada tergulingnya Soekarno dari kursi kepresidenan itu?

Dalam buku ‘Pater Beek, Freemason dan CIA’, penulis buku itu, M. Sembodo, secara gamblang menuding kalau tiga nama yang dijadikan judul bukunya itu merupakan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya tragedi memilukan tersebut. Bahkan Sembodo menyebut, di antara ketiga nama itu, Pater Beek lah yang berperan besar mencetuskan peristiwa 30 September, sementara Freemason dan CIA bertindak sebagai penyokong dan penyedia dana beserta semua fasilitas yang dibutuhkan.

Dalam buku-buku sejarah Indonesia yang diterbitkan pemerintah Orde Baru, nama Pater Beek maupun Freemason sama sekali tak tercantum, namun dalam buku-buku yang ditulis para penulis lepas dan pemerhati teori konspirasi, nama-nama ini dengan mudah dapat ditemukan karena keduanya memang ada dan sangat mewarnai perjalanan sejarah bangsa ini.

Melalui Ali Murtopo, Beek menyerahkan 5.000 nama pentolan PKI dari tingkat pusat hingga daerah-daerah, termasuk Madiun yang menjadi salah satu basis PKI, kepada CIA. Oleh Dinas Intelijen Amerika Serikat itu, data diserahkan kepada Soeharto agar orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar itu, dihabisi.

Hal ini terungkap setelah wartawati Amerika Serikat, Kathy Kadane, mewawancarai mantan pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, pejabat CIA, dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Mantan pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat, Lydman, misalnya, mengakui kalau pengumpulan nama-nama orang PKI selain dilakukan oleh stafnya, juga dibantu oleh Ali Murtopo yang kala itu menjabat sebagai kepala Opsus. Dengan dua cara inilah maka 5.000 nama pentolan PKI terkumpul.

Mengapa Ali Murtopo menyerahkan dulu daftar itu kepada CIA, dan tidak langsung saja kepada Soeharto? Jawabannya jelas, karena Ali Murtopo adalah anak buah Beek, dan selain anggota Freemason, Beek adalah anggota CIA. Jadi, sebelum daftar itu digunakan oleh Soeharto, CIA harus men-screening-nya dulu agar tidak ada nama yang sebenarnya merupakan bagian dari CIA, ikut terbantai.

Keruntuhan Orde Lama juga menjadi turut campurnya Freemason ? bukti 

Soekarno digulingkan melalui cara yang sangat terencana dan sistematis yang melibatkan MPRS. Melalui Sidang Umum yang digelar pada 1966, Lembaga Tertinggi Negara itu mengeluarkan dua ketetapannya, yaitu TAP MPRS No. IX/1966 yang mengukuhkan Supersemar menjadi Ketetapan (TAP) MPRS, dan TAP MPRS No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar, untuk setiap saat menjadi presiden apabila Soekarno berhalangan. Lembaga itu juga meminta Soekarno mempertanggungjawabkan sikapnya terkait dukungan terhadap PKI.

Pada 22 Juni 1966, Soekarno membacakan pidato pertanggungjawaban, namun pidato yang diberi judul ‘Nawaksara’ itu dianggap tidak lengkap. Pada 10 Januari 1967, Soekarno kembali membacakan pertanggungjawabannya yang kali ini diberi judul ‘Pelengkap Nawaskara’. Namun pada 16 Februari 1967, MPRS juga menyatakan menolak pertanggungjawaban itu.

Akhirnya, berkat permintaan MPRS, pada 20 Januari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Penandatangan ini merupakan akhir dari karir Soekarno sebagai presiden RI karena sesuai TAP MPRS No. XV/1966, secara de facto Soeharto menjadi kepala pemerintahan Indonesia menggantikan dirinya.

Naiknya Soeharto menjadi presiden disahkan melalui Sidang Istimewa MPRS dengan agenda pencabutan kekuasaan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai penggantinya. Bahkan dalam sidang itu, MPRS mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi yang disandang sang the founding father.

Jejak Beek dalam kudeta ini mungkin bisa dilacak dari perlakuan Soeharto selanjutnya kepada Soekarno. Setelah tidak lagi menjadi presiden, Soeharto menjadikan Soekarno sebagai tahanan politik, dan mengisolasinya dari dunia luar, sehingga tak dapat lagi berhubungan dengan rekan-rekan sesama pejuang yang merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda dan Jepang. Padahal ketika Soeharto ketahuan korupsi ketika masih menjadi Panglima Divisi Diponegoro, Soekarno memaafkannya. Meski Soeharto ‘disekolahkan’ dulu di SSKAD sebelum ditarik ke Jakarta, ke Markas Besar Angkatan Darat.

Ketika Soekarno meninggal pada 21 Juni 1970, Soeharto juga tidak mau memenuhi amanat Soekarno untuk memakamkannya di Istana Batu Tulis, Bogor. Melalui Keppres RI No. 44 Tahun 1970, Soekarno dimakamkan di kota kelahirannya, Blitar, Jawa Timur.

Meski kemudian Soeharto menetapkan Negara dalam keadaan berkabung selama sepekan, apa yang dilakukan Soeharto terhadap Soekarno jelas terlalu berlebihan mengingat Soekarno tidak memiliki kesalahan fatal terhadapnya. Perlakuan Soeharto ini patut diduga mewakili kepentingan yang lain, yakni kepentingan orang yang menaikkannya menjadi presiden; Beek. Karena Beek benci Komunis, maka praktis dia juga membenci Soekarno.

Sebenarnya hal ini wajar, sebab Soekarno bisa dikatakan sebagai satu-satunya orang yang sangat benci freemason, bahkan Masonry takut kepadanya, inilah liciknya Yahudi. Setelah Soekarno dihabisi, selanjutnya, melalui tangan Soeharto, Islam menjadi sasaran berikutnya.

Buku Peter Baek, Freemason dan CIA

Naiknya Soeharto menjadi presiden tak ubahnya bagai kunci pembuka jalan yang mempermudah misi Pater Beek selanjutnya, yakni menghancurkan Islam. Maka tak heran jika selama 32 tahun Orde Baru berkibar, banyak terjadi peristiwa yang menyakiti umat Islam.

Dalam buku ‘Pater Beek, Freemason dan CIA’, Sembodo mengatakan kalau untuk mencapai misinya ini,

“Visi (Pater) Beek pribadi atas peran Gereja, Gereja harus berperan dalam mengatur Negara, kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui Negara”.

Dari visi ini, tegas Sembodo, jelas sekali bahwa Pater Beek mempunyai kehendak untuk ‘mewarnai’ kehidupan politik di Indonesia dengan ‘mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui negara’.

Selama era Orde Baru, Golkar merupakan partai yang tak terkalahkan karena setiap warga Indonesia, terutama pegawai negeri, dipaksa memilih partai berlambang pohon beringin. Atau hak-haknya sebagai rakyat dikebiri dan dipersulit dalam mengurus banyak hal, termasuk KTP. Tak heran, karena seperti juga CSIS, Golkar adalah organisasi bentukan Beek yang dihidupkan demi menjaga Soeharto tetap langgeng di tampuk kekuasaan, dan misinya tercapai dengan baik.

Jatuhnya Rezim Orde Baru Akibat Ulah Freemason


Setelah Soeharto berdiri dengan tegak, Yahudi dan Freemason dengan liciknya menggulingkan beliau dari kursi kepresidenan, Tampaknya reformasi ini memang sudah salah sejak awal. Betapa tidak? Bukti-bukti menunjukkan reformasi 1998 itu bukan inisiatif dan upaya kita sendiri melainkan hasil dari campur tangan asing. Reformasi 1998 itu didalangi dan dibiayai pihak asing dengan 26 juta Dollar Amerika Serikat atau dengan kurs sekarang Rp 200 milyar lebih. Sebuah jumlah yang cukup besar.

Dengan uang dan emas, Zionis dapat mengatur semua bidang kehidupan di suatu negera, termasuk di bidang politik perpolitikan. Jika kita ingin menelusuri lebih dalam awal dari jatuhnya Soeharto adalah Krisis Moneter sehingga Indonesia berhutang kepada IMF, Program ini dinamakan dengan Pricing, Pada 1997, Indonesia terjerumus pada masalah krisis moneter parah akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. IMF masuk dan ketiga program itu dijalankan. Akibatnya, masalah bukan teratasi, namun krisis justru bekembang menjadi krisis multidimensi karena melebar ke masalah sosial dan politik. Bahkan akibat kebijakan pemerintah menghapus subsidi beras dan BBM, kerusuhan hebat meledak pada 1998 yang akhirnya membuat Presiden Soeharto lengser keprabon.

Di Bolivia, gara-gara IMF menyarankan agar pemerintahan negara itu menaikkan tarif air bersih, kerusuhan meledak pada 2001. Sementara di Ekuador, gara-gara Bank Dunia menyarankan agar pemerintahan negara itu menaikkan gas untuk kebutuhan rumah tangga, kerusuhan juga meledak pada 2002. Yang lebih parah dialami Argentina. Gara-gara diperangkap IMF, negara itu mengalami kebangkrutan ekonomi pada 2002 sehingga negara itu mengalami kekacauan politik dan sosial.

Apa yang dilakukan IMF dan World Bank ini sejalan dengan butir ke-6 Protocol of Zion yang berbunyi ;

“Bagi kita yang hendak menaklukkan dunia secara finansial, kita harus tetap menjaga kerahasiaan. Suatu saat, kekuatan Konspirasi akan mencapai tingkat dimana tidak ada kekuatan lain yang berani untuk menghalangi atau menghancurkannya. Setiap kecerobohan dari dalam, akan merusak program besar yang telah ditulis berabad-abad oleh para pendeta Yahudi”.

Butir ini juga yang digunakan untuk mengobarkan Revolusi Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika.

Juga sesuai dengan butir 14 yang berbunyi ;

“Setelah Konspirasi berhasil merebut kekuasaan, maka pemerintahan yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya semua kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada Konspirasi, bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan di mata mereka”. 

Ini persis dengan yang juga terjadi di Indonesia setelah tumbangnya rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.

Sejak Soeharto menjadi presiden pada 1967, Soeharto ‘dielus’ AS dan negara-negara sekutu Yahudi lainnya, sehingga mampu berkuasa selama 32 tahun secara otoriter. Selama itu, negara dan pengusaha diguyur utang yang luar biasa banyak dari berbagai lembaga keuangan dunia, termasuk World Bank dan IMF. Kemudian spekulan George Soros yang Yahudi menciptakan krisis moneter dunia yang berimbas langsung ke Indonesia dan membuat nilai rupiah terpuruk dari Rp.2.500/dolar menjadi sempat menembus angka Rp.13.000/dolar.

Akibatnya, keuangan negara kolaps dan perusahaan-perusahaan besar bangkrut karena tak mampu membayar utang yang jatuh tempo. IMF pun masuk dengan paket bantuan yang justru membuat Indonesia kian terpuruk. Bahkan cara pemulihan yang disarankan IMF, membuat Indonesia terjerumus pada kerusuhan besar pada 1998 yang berbuntut lengsernya Presiden Soeharto.

Setelah Orde Baru tumbang, muncul istilah baru, yakni era ‘reformasi’ dan masyarakat larut dalam euphoria sehingga menuntut mantan Presiden Soeharto diadili.

Apa yang terjadi di Mesir dan Tunisia pun tak jauh berbeda, karena butir ke-7 Protocol of Zion berbunyi;

“Simpati rakyat harus diambil agar mereka dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Konspirasi. Massa rakyat adalah buta dan mudah dipengaruhi. Penguasa tidak akan bisa menggiring rakyat kecuali ia berlaku sebagai diktator. Inilah satu-satunya jalan”.

sumber
http://belantarainfo.blogspot.co.id/2016/06/mewaspadai-bahaya-freemasonry-12.html
http://mengenalsecretsocieties.blogspot.co.id/2013/03/pater-beek-freemason-dan-cia-terhadap-g.html#.WHTNZmzX81M

Beek menggunakan konsep yang diterapkan Gereja dalam ‘mewarnai kehidupan di bumi’, yakni berperan aktif dalam berbagai lini kehidupan bernegara. Ia mengacu pada tulisan Richard Tanter yang bunyinya begini;

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *