Asasusastra Pontianak Terhadap Keadilan di Kafe Yudisial

Asasusastra terhadap keadilan

Didalam perkembangan dunia kepenulisan sastra adalah salah satu cara untuk mengekspresikan sesuatu, termasuk kritis terhadap pemerintah.

Secara harfiah, sastra berawal dari bahasa Sanskerta yaitu śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”,  Hal ini dapat dilihat dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”.  Sedangkan dalam di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.

Sehingga dengan demikian maka, kesusastraan adalah semua tulisan atau karangan yang indah dan baik. Selain itu dapat juga bermakna sebagai tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.

Menurut Aldon Samosir Spd., Sastra tidak bisa dikelompokkan ke dalam aspek ketrampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis. Walaupun demikian, pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan ketrampilan menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara.

Dalam praktiknya, pengajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra, membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.

Ketika kesustraan berbicara maka tidak ada perbedaan yang siginfikan antara si A dan si B., selain itu sebuah sastra juga mampu mengangkat sebuah tema yang dialami oleh Masyarakat pada umumnya, Seperti keadilan yang diadakan oleh Balai bahasa dalam acara Diskusi Asasusastra terhadap Keadilan pada hari Rabu tanggal 23 Agustus 2017 di Kafe Yudisial.

Berbicara tentang keadilan, maka sejak kecil kita sering mendengar bahwasanya keadilan itu menempatkan sesuatu pada tempatnya.  Sedangkan berdasarkan sebuah sumber maka keadilan bermakna sebagai  suatu filosofi teory yang legal dimana letak adil itu sangat dibutuhkan.

Konsep keadilan sering mengalami sebuah perbedaan di setiap kebudayaan. Di zaman yunani kuno Teori keadilan adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Plato didalam sebuah karangan yang berjudul The Republic.

Pada abad ke 17, seorang ahli Teori seperti Plato mengatakan bahwa keadilan berawal dari hukum yang alami. Sedangkan menurut para pemikir lainnya keadilan berawal dari sebuah mutualisme atau keuntungan yang dialami setiap manusia.

Sedangkan para penganut utilitarian termasuk John Stuart Mill berpendapat bahwa keadilan memiliki sebuah konsekuensi yang berjalan dengan baik. Teori ini dikenal dengan nama teori keadilan distributif yang berarti perlakuan kepada seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dilakukan. Contoh keadilan distributif adalah seorang pekerja bangunan yang diberi gaji sesuai atas hasil yang telah dikerjakan.

Sedangkan para penganut Egalitarian berpendapat bahwa keadilan terjadi dengan persamaan derajat.

Oke, sekarang kita cukupkan untuk berbicara tentang teori  keadilan sebab yang akan kita bahas saat ini adalah peran sastra didalam keadilan.

Menurut Ariel Heryanto, Sastra Indonesia dibentuk dan sekaligus membentuk ketidakadilan sosial. Hal ini tidak saja terlepas dalam pengamatan banyak fihak. Lebih parah lagi, banyak pendukung “keadilan sosial” mau­pun “sastra” Indonesia justru menyerahkan kepercayaan, kehormatan, harapan, dan dana bagi “sastra” agar “sastra” menjadi pahlawan pembasmi ketidakadilan.

kafe yudisial

Mungkin kita masih ingat dengan sastrawan yang bernama Gie dimana beliau sangat vokal untuk berbicara tentang keadilan. Lalu kita juga mengenal Chairil Anwar yang juga sangat vokal untuk membuat puisi tentang keadilan.

Para sastrawan Indonesia sejak zaman dulu kala memang selalu vokal berbicara tentang kritik keadilan, hal ini di sebabkan adanya sistem yang masih berlaku sejak zaman kolonial belanda hingga saat ini, yaitu ketidakadilan antara si kaya dan si miskin.

Pada acara asasusastra yang diadakan di Kafe Yudisial juga dibuka dengan sebuah puisi yang dibacakan oleh Suci Wulandari, hadir sebagai narasumber yaitu Pradono Singkawang atau yang lebih dikenal dengan nama bangDon, juga hadiri oleh salah seorang dari Balai Sastra Pontianak.

 

 

Save

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *